Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, Senin, mulai menyidangkan gugatan Marissa Haque terhadap Keputusan Presiden yang mengangkat Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur Banten terpilih. Sidang perdana itu digelar untuk memeriksa kelengkapan berkas perkara yang diajukan oleh pemohon.
Kuasa hukum Marissa, Bonaran Situmeang, dalam gugatannya menyatakan Keppres No.74/P/2006 tentang pengangkatan Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur Banten terpilih harus dinyatakan cacat hukum karena Ratu Atut melakukan pelanggaran saat pelaksanaan Pilkada.
Dasar dikeluarkannya Keppres itu, menurut Bonaran, karena adanya keputusan KPUD No 25/KP-KPUD/2006 tertanggal 6 Desember 2006 tentang pengesahan Ratu Atut sebagai Gubernur Banten terpilih. Padahal, lanjut dia, Ratu Atut saat mengikuti Pilkada melakukan pelanggaran, dengan tidak mengindahkan pasal 38 ayat 1 huruf p PP No 6 Tahun 2005, yang mengatur bahwa setiap pejabat yang mencalonkan diri sebagai peserta Pilkada harus terlebih dahulu mengundurkan diri. “Dengan adanya pelanggaran itu, maka KPUD juga melanggar hukum karena tetap mengeluarkan keputusan yang mengesahkan Ratu Atut.
Karena KPUD melanggar hukum, maka konsekuensinya Keppres itu cacat hukum,” tutur Bonaran. Selain menyalahi PP No 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil daerah, ia menambahkan, Ratu Atut juga melanggar pasal 58 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang secara tegas menyatakan peserta Pilkada harus bukan pejabat daerah yang sedang menjabat.
Pada sidang perdana itu, selain memeriksa kelengkapan berkas, majelis hakim juga memberi saran-saran perbaikan permohonan kepada pemohon. Sidang dilanjutkan pada Senin, 26 Maret 2007, untuk menyerahkan perbaikan permohonan. Sebelum mengajukan gugatan Keppres pengangkatan Ratu Atut ke PTUN, Marissa telah menempuh upaya hukum menggugat KPUD Banten di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Banten.
Namun, pada Februari 2006 gugatan mantan calon wakil Gubernur Banten itu ditolak oleh PN Serang dengan alasan kewenangan mengadili sengketa pilkada berada di Mahkamah Agung (MA). PN Serang juga beralasan, karena KPUD merupakan lembaga yang bertanggungjawab kepada negara, maka keberatan atas produk hukum yang dikeluarkan oleh komisi itu harus dilayangkan ke PTUN. (*/rsd)