BPK: 31 Kelemahan dan Ketidakpatuhan Keuangan Pemprov di Tangan Ratu Atut
- Wednesday, June 15, 2011, 17:15
- Banten 1
- Add a comment
Kinerja keuangan Pemprov Banten kembali mendapat penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), seperti tahun lalu. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Banten menunjukkan terdapat 31 kelemahan dan ketidakpatuhan Pemprov Banten dalam pengelolaan keuangan APBD 2010.
KE-31 temuan BPK itu meliputi kelemahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan selama tahun anggaran 2010. Kelemahan pengendalian intern meliputi 6 hal, antara lain kelemahan sistem pengendalian dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban dana hibah, bantuan sosial, pengendalian persediaan penatausahaan aset tetap maupun aset lainnya.
Temuan ketidakpatuhan pada undang-undang terbagi dalam 25 item. Antara lain, pengadaan kendaraan dinas pada Biro Umum Dan Perlengkapan dan Sekretariat DPRD (Setwan) Provinsi Banten senilai Rp 16,89 miliar tidak tepat peruntukanya, Setwan DPRD Banten mengeluarkan perawatan kendaraan bermotor bagi yang tidak berhak senilai Rp 472,67 juta; Terdapat indikasi kelemahan harga pengadaan barang pada beberapa paket kegiatan pada tiga Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebesar Rp 487,23 juta dan beberapa kegiatan yang lain pada tiga SKPD mengalami keterlambatan serta belum dipungut denda senilai Rp 220,68 juta.
Kemudian, kelebihan pembayaran beberapa pekerjaan fisik karena kekurangan volume atau pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi pada lima SKPD yang mengakibatkan kerugian daerah Rp1,72 miliar; Pelaksanaan perjalanan dinas yang belum tertib mengakibatkan terdapat perbedaan/kelebihan harga tiket pada empat SKPD sebesar Rp 931,14 juta.
“Dari temuan-temuan itu, Pemprov Banten sudah menindaklanjutinya dengan melakukan pengembalian kerugian daerah ke kas daerah Rp 1,07 miliar dan Rp 45,75 juta kepada kas Negara,” ujar Kepala BPK RI Perwakilan Banten I Nyoman.
BPK juga menyatakan menghargai capaian kinerja yang sudah dilaksanakan Pemprov Banten. “Tapi untuk penilaian LHP, BPK masih memberikan penilaian seperti tahun 2009, yaitu WDP,” kata I Nyoman Wara.
Permasalahan lain yang menjadi pengecualian adalah pencarian dan penggunaan Dana Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Rp 2,8 miliar pada RSUD Malingping dinilai dilakukan di luar mekanisme APBD; Pemprov Banten belum melaporkan dan menatausahakan persediaan obat, alat kesehatan pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten yang bersumber dari dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan droping dari Kementrian Kesehatan serta aset lainnya senilai Rp 857,19 miliar tidak diadministrasikan secara memadai dan masih tercatat di neraca meski telah diserahterimakan kepada Kabupaten/Kota.
“LHP BPK ini harus dijadikan bahan perbaikan kinerja pengelolaan keuangan dan pembangunan daerah agar ke depan permasalahan yang menjadi pengecualiannya dapat ditindaklanjuti sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujarnya.
Disinggung soal pengadaan mobil dinas oleh Biro Umum dan Perlengkapan dan Setwan Pemprov Banten senilai Rp16,89 miliar yang digunakan oleh anggota DPRD Banten, I Nyoman Wara meminta agar kendaraan dinas tersebut dikembalikan.
”Terkait ketidakpatuhan pada perundang-undangan seperti pengadaan kendaraan dinas yang tidak tepat peruntukannya, itu harus dikembalikan sesuai dengan peruntukannya,” tegas dia.
Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah berjanji akan segera menindaklanjuti LHP BPK sesuai dengan ketentuan, yakni 60 hari setelah disampaikan oleh BPK. Atut juga mengaku sudah menyampaikan ‘action plan’ untuk menindaklanjuti temuan BPK ini.
“Kedepannya kami akan membuat kontrak kerja dengan SKPD agar melaksanakan tugas dan fungsi dalam melaksanakan anggaran sesuai dengan ketentuannya. Sehingga kami berharap tahun depan Pemprov Banten memperoleh predikat WTP,” kata Ratu Atut.
Ketua DPRD Banten Aeng Haerudin menyebut LHP BPK akan ditindaklanjuti oleh komisi-komisi di Dewan. “Komisi yang menjadi mitra kerja yang memanggil SKPD terkait,” kata Aeng.
Terkait permintaan pengembalian mobil dinas, Aeng mengatakan bahwa anggota dewan hanya pinjam pakai. ”Kalau memang harus dikembalikan silakan saja. Selain dewan juga banyak lembaga lain yang mendapatkan pinjam pakai. Soal pengadaannya itu Biro Umum dan Sekwan,” ujarnya.
Anggota Komisi IV DPRD Banten, Ridwansyah mengaku bersedia mengembalikan kendaraan dinasnya. ”Jika memang kendaraan dinas ini menjadi masalah, saya akan segera mengembalikannya. Saya sudah terbiasa menggunakan kendaraan pribadi, bagi saya tidak masalah kalau harus dikembalikan,” kata Ridwan.
■ Ishak H Pardosi