Ada 115 Kursi Haram di DPR
” kursi haram” demokrat terbanyak (31), golkar (20), pdip (15), pan (1)
Kabar adanya kursi haram di DPR begitu mengejutkan
banyak pihak. Apalagi adanya kursi haram tersebut diduga akibat
permainan lembaga penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Lalu siapa pemilik kursi haram DPR?
Berita yang beredar di publik sebanyak 2 anggota DPR diduga sebagai
orang haram di DPR. Dua nama yang muncul adalah Dewi Yasin Limpo dan
Dewi Coryati. Kursi haram untuk Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura
berhasil digagalkan karena ketahuan Mahkamah Konstitusi (MK).
Kursi Dewi Yasin kini sudah ditempati pemiliknya yang sah yakni
Mestariyani Habie dari Partai Gerindra. Selidik punya selidik ternyata
ada pemalsuan surat keputusan MK. Surat yang menyatakan Dewi Yasin
sebagai orang yang berhak menjadi anggota DPR dari Dapil Sulsel
tertanggal 14 Agustus 2010 ternyata palsu. Surat MK yang asli justru
menyatakan Mestariyani lah sebagai pemilik sah kursi dewan.
Terkait kasus pemalsuan tersebut MK sudah melaporkan mantan anggota
KPU Andi Nurpati ke polisi. Tapi entah kenapa Andi hingga kini belum
diperiksa.
Selain Dewi Yasin Limpo, nama yang dituding sebagai pemilik kursi
haram adalah Dewi Coryati. Nama Dewi Coryati disebut oleh Patrice Rio
Capella, Ketua Umum Nasdem. Rio yang saat pemilu 2009 menjadi caleg PAN
merasa dicurangi Dewi Coryati, koleganya di PAN.
Saat itu Rio berada di nomor urut 1 di Dapil Bengkulu. Sementara Dewi
berada di nomor urut 2 di Dapil yang sama. Rio dan Dewi pernah
bersengketa soal hasil Pemilu di MK. Menurut Rio, setelah Pemilu Dewi
menggugat KPU tentang hasil Pemilu ke MK.
Dalam gugatan di MK, Rio terkejut karena suara Dewi tiba-tiba
melambung di atas perolehan suara dirinya. Jumlah suara yang dimiliki
Dewi menjadi lebih banyak 200 suara di atas perolehan suara yang diraih
Rio.
Padahal yang Rio tahu sebelumnya dia mempunyai 38 ribu suara
sementara Dewi hanya 20 ribu suara. Menurut Rio, pada saat menggugat
KPU, Dewi Coryati membawa hasil Pemilu palsu yang tidak sesuai dengan
hasil Pemilu yang
sebenarnya.Dewi dituding membuat sendiri hasil Pemilu dengan memalsukan semua dokumen.
“Karena KPU tidak hadir, maka (Dewi) dimenangkan oleh MK tanpa
memeriksa alat bukti yang diajukan, tanda tangan orang dipalsukan. Semua
dipalsukan. Dikarang-karang sama dia, aku kalah 200 suara. Padahal aku
mendapat 38 ribu suara dan dia 20 ribu suara,” kesal Rio.
Namun Dewi Coryati hingga kini belum bisa dimintai klarifikasi. Saat
detikcom menghubungi seluler Dewi Coryati, yang bersangkutan tidak
mengangkat telepon. Begitu juga saat dikirimi pesan pendek, tidak
dibalas.
Jumlah kursi haram di DPR dipercaya tidak hanya dua. Keyakinan ini
antara lain disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo.
Keyakinan Ganjar berdasarkan indikasi yang diberikan Badan Pengasa
Pemilu (Bawaslu). Ia menduga setidaknya ada empat kursi haram di DPR.
“Bawaslu punya dua, Mahfud MD (Ketua MK) juga punya dua. Berarti ada
empat ‘kursi haram’ di DPR. Akan dibaca dulu empat nama itu, sama atau
tidak dan sebut nama atau tidak,” kata Ganjar.
Mahfud MD sendiri mengakui setidaknya ia mengantongi 11 surat palsu.
Namun Mahfud masih tidak mau membuka nama anggota legislatif yang
tercantum surat palsu tersebut.
Para mantan calon legislatif dalam Pemilu 2009 lalu juga meyakini
jumlah kursi haram di DPR sangat banyak. Bahkan diduga di DPR saat ini
ada seratusan lebih kursi haram. Kursi ini diisi oleh anggota DPR yang
sebenarnya tidak sesuai dengan perolehan suaranya yang diatur di dalam
UU Pemilu tahun 2008.
“Kalau menurut aturan UU Pemilu itu ada sekitar 115 nama caleg yang
seharusnya duduk di DPR, tapi kenyataannya yang duduk di sana tidak
sesuai dengan nama yang diatur sesuai perolehan suara dalam UU,” kata
eks calon legislatif dari Partai Demokrat untuk Dapil IX Jawa Tengah
dengan nomor urut 2, Brahmana, kepada detikcom.
Brahmana mengatakan, saat dilakukan gugatan uji materi sejumlah caleg
dari beberapa partai politik yang merasakan dirugikan ke MK, khususnya
saat MK menangani gugatan uji materi Syamsul Maarif, ditemukan ada 115
nama yang seharusnya duduk di DPR sesuai UU Pemilu, termasuk Brahmana
sendiri. Namun, KPU telah memutuskan bahwa keputusan penetapan caleg
menjadi anggota legislatif itu melalui keputusan MK.
“Padahal MK sendiri hanya menangani dan memutuskan perkara sengketa
perolehan suara, bukan memutuskan siapa yang akan duduk di DPR. KPU
kenapa memutuskan nama yang tidak sesuai UU, tapi malah menyerahkan
kembali ke MK, yang sebenarnya bukan untuk memutuskan nama itu duduk di
DPR atau tidak,” ujar Brahmana.
Brahmana menambahkan, dari 115 nama yang seharusnya duduk di DPR yang
sesuai UU Pemilu itu terdiri dari sejumlah caleg yang berasal dari
beberapa partai politik. Di antaranya 31 nama caleg dari Partai
Demokrat, 20 caleg Partai Golkar dan 15 caleg dari PDIP.
“Ini untuk partai besar ini karena adanya penambahan suara. Sementara
untuk partai kecil peluangnya seperti Partai Gerindra dan Partai
Hanura. KPU lebih enak bermain di partai kecil, kalau partai besra agak
berisiko,” ungkapnya lagi.
Poempida Hidayatulloh Djati Utomo yang sempat menjadi caleg Partai
Golkar dari Dapil I Sumatera Barat juga mengakui kemungkinan begitu
banyaknya ‘kursi haram’
DPR.Kursi haram ini terjadi karena lemahnya koordinasi antara KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Keduanya tidak melakukan pemantauan. Seharusnya KPU bertanggung
jawab kepada masyarakat melakukan audit independen mengenai surat-surat
suara lebih. Nah itu kemana? Dibalikin ke pusat atau dibakar kan tidak
jelas dan tidak ada proses untuk itu,”kritik Poempida.
Sedangkan Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini mengaku tidak mengetahui
banyak soal adanya caleg atau anggota DPR yang telah melakukan pemalsuan
dokumen keabsahan anggota legislatif itu. Nur Hidayat mengaku dirinya
sudah bertemu dengan Ketua MK Mahfud MD untuk menanyakan persoalan itu.
“Saya sudah ketemu Pak Mahfud itulah dan wakil ketua dan sekjen. Jadi
saya tidak mengatakan, dan belum bisa mengatakan yang namanya palsu.
Itu belum terbukti” katanya.